Misalnyamakalah, paper, hingga skripsi. 13 Januari 2022 Mamikos. Bagikan. Sistematika Penulisan Karya Ilmiah Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar - Setiap peneliti harus mengetahui bagaimana sistematika penulisan karya ilmiah yang baik dan benar. Pengetahuan ini juga diperlukan oleh siswa di sekolah ataupun mahasiswa.
Beberapalangkah yang dapat ditempuh dalam memfokuskan topik; 1) Fokuskan topik agar mudah dikelola; 2) Ajukan pertanyaan. 2. Mengidentifikasi Pembaca Karya Ilmiah. Kewajiban seorang penulis karya ilmiah adalah memuaskan kebutuhan pembacanya akan informasi, yaitu dengan cara menyampaikan pesan yang ditulisnya agar mudah dipahami oleh pembacanya
Apadan seperti apa karya ilmiah? Karya: hasil kerja Ilmiah: bersifat ilmu Ilmu: pengetahuan yang telah teruji kebenarannya melalui metode ilmiah Sikap ilmiah: terbuka, jujur, teliti, kritis, tidak cepat percaya tanpa bukti, tidak cepat putus asa, tidak cepat puas Hasil karya ilmiah: karangan tertulis dan bentuk lain berdasarkan pengetahuan, sikap, dan berpikir
penulisankarya ilmiah harus relevan dengan disiplin ilmu peneliti karena landasarn teori yang digunakan harus bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Pembahasan Karya ilmiah dihasilkan dengan pemikiran sistematis, disusun dalam satu urutan yang teratur, logis dan benar.
Schluter(1926) memberikan 15 langkah dalam melaksanakan penelitian dengan metode ilmiah. Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut: 1. Pemilihan bidang, topik atau judul penelitian. 2. Mengadakan survei lapangan untuk merumuskan masalah-malalah yang ingin. dipecahkan. 3. Membangun sebuah bibliografi.
Pembahasan Mengapa Penulisan Karya Ilmiah Harus Relevan Dengan Disiplin Ilmu Peneliti Karya ilmiah dihasilkan dengan pemikiran sistematis, disusun dalam satu urutan yang teratur, logis dan benar. Oleh karena itu, seseorang penulis karya ilmiah harus memiliki landasan teori yang kuat.
Merupakanalasan mengapa peneliti harus mengambil penelitian ini untuk diteliti olehnya. Suatu gejala atau peristiwa tertentu yang tampak dapat dijadikan suatu latara belakang permasalahan. 2. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang muncul tersebut, kemudian dapat diidentikasi berbagai macam masalah lain yang timbul.
4 Penggunaan Bahasa Bahasa yang digunakan dalam karya ilmiah adalah bahasa baku yang tercermin dari pilihan kata / istilah, dan kalimat-kalimat yang efektif dengan struktur yang baku. Macam-Macam Karya Ilmiah : 1. Skripsi Skripsi adalah karya tulis (ilmiah) mahasiswa untuk melengkapi syarat mendapatkan gelar sarjana (S1).
Penulismelakukan kajian berdasarkan teori-teori tersebut. 5. Tulisan harus relevan dengan disiplin ilmu tertentu, artinya tulisan ilmiah itu ditlis oleh seseorang yang menguasai suatu bidang ilmu tertentu. 6. Memiliki sumber penopang yang mutakhir, artinya tulisan ilmiah harus mempergunakan landasan teori berupa teori mutakhir (baru). 7.
SekolahMenengah Pertama terjawab Mengapa penulisan karya ilmiah harus relevan dengan disiplin ilmu peneliti? Jelaskan! 1 Lihat jawaban Iklan Iklan ronyandriansyah ronyandriansyah Kalau tidak relevan dan disiplin bukan ilmiah namanya Iklan Iklan Pertanyaan baru di B. Indonesia 19. Bacalah paragraf berikut dengan saksama!
18Pedoman Penulisan Karya Tulis Ilmiah Universitas Muhammadiyah Palopo. 3.1.2 Halaman J udul. Halaman judul b erisikan informasi yang sama dengan sampul depan karya tulis ilmiah. dan ditulis di
biXTmy5. Karya ilmiah merupakan tulisan hasil berpikir ilmiah. Karya ilmiah berisikan tulisan atau laporan tertulis yang memaparkan hasil penelitian atau kajian suatu masalah yang disusun seseorang atau kelompok dengan memenuhi kaidah dan etika keilmuan. Karya ilmiah disebut juga sebagai tulisan akademis academic writing karena ditulis oleh kalangan perguruan tinggi, seperti dosen dan mahasiswa. Dengan demikian, karya ilmiah merupakan tulisan atau laporan tertulis yang memaparkan hasil penelitian atau kajian suatu masalah yang disusun seseorang atau kelompok dengan memenuhi kaidah dan etika keilmuan.
Penulisan karya ilmiah harus menggunakan kaidah keilmuan atau istilah-istilah akademik dari bidang penelitian si penulis. Hal itu bertujuan untuk menunjukkan bahwa peneliti atau penulisnya memiliki kapabilitas pada bidang kajian yang dibahas dalam karya ilmiah. Dalam pembuatan karya ilmiah, isi karya ilmiah harus memenuhi standart penulisan tertentu dan harus sesuai dengan kaidah keilmuan untuk dipertanggung jawabkan dikemudian hari. Tujuan dan manfaat karya ilmiah Melatih pelajar dalam menyelesaikan sebuah masalah dengan kaidah keilmuan. Contents1 Mengapa dalam penulisan karya tulis ilmiah perlu memperhatikan kaidah dan sistematika penulisan jelaskan?2 Apa yang dimaksud kaidah keilmuan?3 Mengapa penulisan karya ilmiah harus relevan dengan disiplin ilmu penelitian?4 Mengapa dalam tulisan karya ilmiah harus berdasarkan fakta dan data?5 Mengapa penelitian harus dilakukan secara sistematis?6 Apa yang dimaksud dengan sistematika penulisan karya ilmiah?7 Jelaskan apa yang dimaksud dengan kaidah?8 Apa yang dimaksud dengan kaidah bahasa Indonesia?9 Jelaskan apa yang dimaksud dengan kaidah kebahasaan?10 Mengapa karya ilmiah harus bersifat ekspositoris?11 Apa saja manfaat penulisan karya ilmiah?12 Apa manfaat menulis karya ilmiah?13 Apakah karya ilmiah harus berdasarkan fakta?14 Mengapa karya ilmiah bersifat faktual?15 Mengapa dalam menyusun sebuah artikel harus sesuai dengan fakta? Mengapa dalam penulisan karya tulis ilmiah perlu memperhatikan kaidah dan sistematika penulisan jelaskan? Pembahasan Lebih Sistematis Ketika pembahasan di dalam bentuk tulisan tidak sistematis maka akan membuatnya sulit dipahami. Sehingga tujuan dari adanya aturan terkait sistematika penulisan karya ilmiah adalah untuk membuatnya urut atau runtut. Apa yang dimaksud kaidah keilmuan? Kaidah keilmuan di sini maksudnya adalah metodologi penelitian yang harus diperhatikan oleh penulis karena dengan metodologi, karya ilmiah memiliki kerangka pemikiran yang logis. Mengapa penulisan karya ilmiah harus relevan dengan disiplin ilmu penelitian? Penulisan karya ilmiah harus relevan dengan disiplin ilmu peneliti karena suatu karya ilmiah akan dibaca dan dipelajari oleh orang lain dalam kurun waktu yang tidak terbatas sebagai sarana mengembangkan ilmu pengetahuan dan seni. Mengapa dalam tulisan karya ilmiah harus berdasarkan fakta dan data? Karena sebuah karangan ilmiah merupakan hasil pemikiran yang didasarkan pada fakta, peristiwa, dan kejadian yang disampaikan secara akurat dan dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya. Mengapa penelitian harus dilakukan secara sistematis? Penyusunan penelitian harus dilakukan secara sistematis karena penelitian merupakan salah satu bagian dari kegiatan ilmiah yang menuntut kedetilan informasi sesuai dengan kaidah keilmuan yang berlaku. Rangkaian penelitian harus terstruktur dan sistematis agar hasil penelitian dapat dipertanggungjawabkan dengan baik. Apa yang dimaksud dengan sistematika penulisan karya ilmiah? Sistematika Karangan ilmiah Adapun sistematika karangan ilmiah yang ideal adalah 1 pendahuluan, 2 teori, 3 data, 4 analisis, 5 kesimpulan dan saran kalau ada. Dari uraian di atas tampak bahwa faktor terpenting yang membedakan karil dan nonkaril adalah ada atau tidaknya analisis. Jelaskan apa yang dimaksud dengan kaidah? VIVA – Kaidah merupakan ukuran atau patokan pedoman seseorang untuk bertindak. Kaidah dibedakan menjadi dua hal, yakni kaidah etika dan kaidah hukum. Apa yang dimaksud dengan kaidah bahasa Indonesia? Kaidah adalah patokan atau ukuran sebagai pedoman bagi manusia dalam bertindak. Kaidah juga dapat dikatakan sebagai aturan yang mengatur perilaku manusia dan perilaku sebagai kehidupan bermasyarakat. Jelaskan apa yang dimaksud dengan kaidah kebahasaan? Kaidah kebahasaan secara sederhana adalah sejumlah aturan yang dijadikan sebagai pedoman dalam suatu bahasa, termasuk dalam pembuatan suatu teks. Mengapa karya ilmiah harus bersifat ekspositoris? Jawaban Karya ilmiah pada dasarnya bersifat pada akhirnya timbul kesan argumentatif dan persuasif,hal itu ditimbulkan oleh penyusunan kerangka karangan yang cermat. Dengan demikian,fakta dan hukum alam yang diterapkan pada situasi spesifik akan berbiacara sendiri. Apa saja manfaat penulisan karya ilmiah? Manfaat Penulisan Karya Ilmiah Manfaat penulisan karya ilmiah adalah untuk mengembangkan keterampilan membaca yang efektif. Manfaat penulisan karya ilmiah adalah untuk menggabungkan hasil bacaan dari berbagai sumber. Manfaat penulisan karya ilmiah adalah untuk mengenalkan dengan kegiatan kepustakaan. Adapun tujuan penulisan karya ilmiah yang paling utama adalah untuk melatih peneliti berpikir kritis, komprehensif, dan mampu mengembangkan ilmu pengetahuan baru. Apakah karya ilmiah harus berdasarkan fakta? Karya ilmiah adalah karya tulis yang dibuat berdasarkan data dan fakta. Jenis-jenisnya bisa kamu kenali berdasarkan kandungan isinya. Jenis-jenis karya ilmiah adalah sebagai berikutLaporan penelitianLaporan penelitian merupakan karya ilmiah yang ditulis sebagai hasil dari suatu penelitian ilmiah. Mengapa karya ilmiah bersifat faktual? Setiap laporan ilmiah harus faktual. Sifat faktual merujuk pada semua data yang digunakan pada laporan ilmiah harus menggunakan data yang sebenarnya dan sungguh-sungguh terjadi. Penulis laporan ilmiah tidak diperkenankan menggunakan data-data rekaan. Hal ini dilakukan untuk menjamin kualitas penelitian yang dilakukan. Mengapa dalam menyusun sebuah artikel harus sesuai dengan fakta? Jawaban Mencantumkan fakta dalam menulis editorial itu wajib’. Karena informasi/berita yg akan dibuat/dicetak tersebut, selanjutnya akan disebarluaskan dan dibaca/dilihat oleh banyak orang. Agar editorial tersebut TIDAK BERITA HOAX. TAPI BERISI BERITA TENTANG INFORMASI YANG JUJUR, ACTUAL, NYATA.
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Tentunya kita semua tidak asing lagi mendengar kata karya ilmiah bukan?, atau bahkan kita semua sudah pernah menulis sebuah karya ilmiah. Contoh karya ilmiah yang sering kita tulis adalah makalah, mungkin diantara kalian semua ada yang sudah pernah menulis skripsi, tesis, disertasi atau karya ilmiah lainnya. Namun, tahukah kalian apa itu arti karya ilmiah yang sesunggunya?. Tapi tunggu dulu setelah teman-teman membaca artikel ini, jangan lupa berikan tanggapannya ya..langsung saja berikut penjelasannyaApa yang dimaksud dengan karya ilmiah? Sebenarnya karya ilmiah sendiri merupakan sebuah karya berupa tulisan, yang setiap proses pembuatanya menggunakan hal-hal yang bersifat ilmiah. Seperi yang unkapkan oleh Arifin 19871 yang mengartikan karya ilmiah sebagai karya tulis yang disusun dengan mempergunakan metode ilmiah metode yang didalamnya memuat langkah-langkah pengorganisasian gagasan melalui pemikiran yang konseptual dan prosedural. Apa itu Ilmiah dan Mengapa HARUS Ilmiah?Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ilmiah bersifat ilmu; secara ilmu pengetahuan; memenuhi syarat kaidah ilmu pengetahuan. Jadi sesuatu yang bersifa ilmiah itu, semua yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan, yang pastinya harus logis, sistematis, objektif, dan mengapa harus ilmiah? Yang pastinya semua karya ilmiah HARUS ilmiah, karena sebuah karya ilmiah harus bersifat LOGIS, maksudnya adalah agar sebuah karya ilmiah bisa diterima secara akal. Kemudian SISTEMATIS, sebuah karya ilmiah agar bisa dipahami maka karya itu harus sistematis atau berurutan. OBJEKTIF, jadi sebuah karya ilmiah itu harus berdasarkan fakta yang ada agar sebuah karya ilmiah bersifat EMPIRIS, yakni sebuah karya ilmiah bisa dibuktikan bedanya antara karya ilmiah dan karya tulis lainnya? Berbeda dengan karya tulis lainnya, karya ilmiah lebih banyak memuat fakta atau teori-teori para ahli, selain itu karya ilmiah sebelum memulai penulisannya diawali dengan penelitian-penelitian ilmiah, yang kemudian hasil penelitian tersebut yang menjadi bahan tulisan. Dibandingkan dengan karya tulis lainnya, karya ilmiah dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya, karena karya ilmiah selalu berdasarkan fakta dan ilmu pengetahuanNah, itu dia penjelasan dari saya tentang karya ilmiah. Untuk informasi yang lebih lengkap dari karya ilmiah, teman-teman bisa membacanya di buku-buku atau referensi lain yang membahas tentang karya ilmiah. Karena saya sadar tulisan ini jauh dari kata sempurna, untuk teman-teman yang sudah meluangkan waktunya untu membaca tulisan ini, saya ucapkan terima kasih. Semoga bermanfaat... Lihat Pendidikan Selengkapnya
A. Pengantar Tak seorang pun dapat mengingkari peran penting guru dalam pendidikan. Guru yang berkualitas akan berdampak baik pada siswa, dan sebaliknya. Sebagai penyampai ilmu, guru perlu terus mengembangkan disiplin ilmunya masing-masing sesuai kebutuhan dan tuntutan zaman, baik terkait substansi keilmuan maupun metodologi pembelajaran. Selain itu, guru dituntut meningkatkan kompetensi. Karena itu, upaya peningkatan kualitas guru tidak boleh berhenti. Menyangkut karier, berdasarkan SK Menpan No. 28/Menpan/1989 tentang kenaikan pangkat, guruwajib mengumpulkan angka kredit. Terkait kompetensi guru, Undang-Undang tahun 2005 pasal 10 ayat 1 menyebutkan kompetensi yang harus dimiliki guru meliputi 1. kompetensi pedagogik, 2. kompetensi kepribadian, 3. kompetensi sosial, dan 4. kompetensi satu upaya meningkatkan kompetensi guru ialah menyusun karya ilmiah berdasarkan penelitian. Disadari bahwa meskipun banyak metodologi penulisan ilmiah, pada hakikatnya masing-masing metode memiliki maksud dan tujuan yang kurang lebih sama. Karena itu, dalam pembicaraan atau bahkan semacam pelatihan metode penulisan ilmiah, yang lebih penting bukan penguasaan teknik penulisan ilmiah, melainkan pemahaman atas pemikiran yang mendasarinya. Dengan ungkapan lain, pemilihan bentuk dan cara penulisan sekadar persoalan cita rasa dan kesukaan perorangan. Selebihnya, teknik penulisan itu sendiri juga dipilih berdasarkan pertimbangan tentang tradisi keilmuan bidang tertentu, permasalahan yang dikaji, serta khalayak sasaran yang diharapkan menjadi pembaca karya ilmiah dimaksud. Bertolak dari pemikiran tersebut, maka pembahasan akan dipusatkan pada alur pemikiran penelitian ilmiah terkait dengan proses penulisan karya ilmiah. Konsekuensinya, sajian ini tidak akan menekankan kepada aspek-aspek teknik penelitian, melainkan kepada rambu-rambu pikiran yang merupakan topik pokok proses penelitian. Topik itu sendiri secara logik dan kronologik dijabarkan dari metode, proses, dan hasil penelitian atau kajian ilmiah. Jadi mudah dipahami, apabila seorang peneliti benar-benar menguasai topik-topik pokok karya ilmiah dengan baik, maka akan dengan mudah bagi dia mengembangkan aneka ragam topik pokok yang disajikan. B. Konsep Dasar Penelitian Penelitian ialah kegiatan ilmiah untuk memeroleh kebenaran ilmiah bukan kebenaran absolut. Kebenaran ilmiah bersifat tentatif sehingga dianggap benar sebelum ada yang menyalahkannya. Kata “penelitian” itu sendiri merupakan terjemahan dari kata “research” dalam bahasa Inggris re + search yang berarti “mencari kembali”. Logikanya “sesuatu yang dicari kembali” itu sudah ada. Sesuatu yang dimaksud adalah “pola”, “dalil”, “hukum” atau “rumus” dari suatu gejala alam, sosial, kemanusiaan yang selanjutnya menjadi pengetahuan baru new knowledge. Dalam bahasa Indonesia, selain diartikan “penelitian”, kata research diterjemahkan menjadi beberapa kosakata, seperti riset, penyelidikan, kajian, dan studi yang maknanya sedikit bergeser. Diyakini bahwa semua gejala alam, sosial maupun kemanusiaan itu terjadi secara terpola. Pola tersebut ada yang bersifat “given” atau sunatullah sehingga tinggal ditemukan to be discovered, tetapi ada pula yang masih “terurai” atau “berserakan”, sehingga perlu dikonstruksi to be constructed untuk menjadi pengetahuan atas dasar data yang dikumpulkan. Lazimnya, gejala alam diteliti oleh ilmu-ilmu alam, gejala sosial oleh ilmu-ilmu sosial, dan gejala kemanusiaan oleh ilmu-ilmu humaniora. Karena itu, pengetahuan tidak saja ditemukan, tetapi juga dibuat atau dikonstruksi. “Knowledge is not only discovered, but also made/constructed. Untuk dapat menemukan atau mengkonstruksi pengetahuan diperlukan ilmu tentang bagaimana meneliti research methodology. C. Penelitian dan Penulisan Karya Ilmiah Penelitian ilmiah pada hakikatnya merupakan perwujudan metode keilmuan bidang ilmu tertentu yang dilakukan secara sistemik dan sistematik. Sistemik artinya ada saling keterkaitan antar-unsur dalam penelitian. Sedangkan, sistematik artinya ada urutan logika antar-langkah, mulai pemilihan tema, judul, rumusan masalah, manfaat, kajian pustaka, metode penelitian, analisis data, hingga merumuskan simpulan. Demikian juga penulisan ilmiah pada dasarnya merupakan argumentasi penalaran keilmuan yang disampaikan dengan media bahasa tulisan. Untuk itu, bagi seorang peneliti sekaligus penulis karya ilmiah, mutlak diperlukan penguasaan yang baik mengenai hakikat keilmuannya, agar dapat melakuÂkan penelitian dan sekaligus mengkomunikasikannya kepada publik secara tertulis. Seorang penulis karya ilmiah yang baik, sudah barang tentu tidak terlalu dirisaukan dengan masalah peletakan hipotesis, apakah berpasangan dengan rumusan masalah, apakah menjadi penutup dari tinjauan teoretik dan kajian penelitian terdahulu, atau malah diletakkan dalam bagian metode penelitian. Seorang peneliti dan atau penulis karya ilmiah sewajarnya mengetahui makna dan fungsi unsur hipotesis, misalnya, dalam keseluruhan bangunan penelitian dan struktur penulisan karya ilmiah. Bila demikian, tidak lagi menjadi soal dari mana dia akan mulai, serta kemana akan melangkah, sebab penguasaan topik dan teknik akan menjamin suatu keÂseluruhan bentuk yang utuh. Persoalan menjadi lain bila peneliti atau penulis belum memiliki penguasaan memadai terhadap logika penalaran ilmiah. Apa yang segera tampak adalah kebingungan dan bahkan penerapan secara kaku bentuk dan cara penulisan karya ilmiah mereka. Ini terjadi karena seolah-olah materi pedoman penulisan karya ilmiah menyerupai ketetapan harga mati, yang tidak dapat ditawar-tawar lagi. Bisa diandaikan, walaupun dalam hampir semua pedoman menyertakan unsur asumsi penelitian, tetap saja tidak perlu dicantumkan manakala seluruh asumsi tersebut sudah diuji. Keberanian untuk tidak mencantumkan asumsi demikian, sudah barang tentu, dilandasi oleh penguasaan mendalam terhadap logika penalaran ilmiah. Singkat kalimat, persoalannya bukan lagi harus ada atau tidak, serta diletakkan pada bagian apa sesuatu unsur karya ilmiah, melainkan atas dasar atau bertujuan apa suatu unsur karya ilmiah harus dihadirkan. Berkenaan dengan pertimbangan-pertimbangan tersebut, uraian metodologi penulisan artikel jurnal ilmiah ini akan membahas struktur dan logika penulisan ilmiah yang secara kronologik berseiring dengan proses dan hasil penelitian atau kajian. Uraian ini ditujukan kepada para penulis karya ilmiah, khususnya para penulis artikel jurnal ilmiah. Hajatnya cukup jelas, agar mereka memahami secara mendalam logika dan struktur penulisan karya ilmiah. Melalui pembahasan mendasar ini, para penulis artikel jurnal ilmiah bisa secara lebih mudah menguasai aspek-apsek teknis penulisan artikel jurnal ilmiah. D. Paradigma dan Metodologi Kajian Pemahaman akan kedudukan struktur artikel ilmiah semata-mata sebagai perwujudan logika penalaran ilmiahmengantarkan kita pada kesimpulan bahwa penggunaan logika penalaran ilmiah yang berbeda akan berimplikasi pada struktur artikel ilmiah yang berbeda pula. Bertali-temali dengan pernyataan tersebut, berikut diuraikan serba ringkas tiga paradigma kajian beserta langkah-langkah operasional masing-masing. Langkah-langkah operasional ini, yang pada gilirannya, menjadi acuan dalam memilih dan mengembangkan struktur artikel ilmiah yang akan disusun. Selaras dengan tinjauan aksiologik bahwa suatu kajian bisa bertujuan 1 menghasilkan pengetahuan teruji to produce a verified knowledge, 2 memperoleh pemahaman mendalam to generate a deep-understanding, atau 3 menawarkan penafsiran tandingan to offer a counter-interpretation, maka khasanah metodologi kajian juga mengenaltiga paradigma kajian utama, yaitu 1 paradigma positivistik positivistic paradigm, 2 paradigma interpretif interpretive paradigm, dan 3 paradigma refleksif reflexive paradigm. Lazimnya, paradigma positivistik disepadankan dengan pendekatan kuantitatif quantitative approach, paradigma interpretif disepadankan dengan pendekatan kualitatif qualitative approach, sedangkan paradigma refleksif disepadankan dengan pendekatan kritik critical approach. Ada sejumlah butir pembeda antara ketiga jenis paradigma tersebut, masing-masing menyangkut perangkat cita-cita atau tujuannya, pandangan terhadap sifat dasar kenyataan, pandangan tentang sifat dasar manusia, pandagan terhadap peran akal sehat, penggambaran akan wujud teori, tolok ukur kebenaran penjelasan, bukti-bukti yang bisa digunakan, dan kedudukan nilai dalam kegiatan kajian. Dalam kegiatan kajian, paradigma positivistik terjabar ke dalam langkah-langkah 1 penentuan rumusan masalah problem statement, yang meliputi kegiatan memilih masalah yang memenuhi syarat kelayakan dan kebermaknaan, 2 penyusunan kerangka berpikir dalam pengajuan hipotesis, yang mencakup kegiatan penelaahan teori dan hasil kajian sebelumnya, 3 perumusan hipotesis, sebagai jawaban sementara terhadap permasalahan, 4 pemilihan atau pengembangan rancangan kajian, 5 pengembangan piranti atau alat pengumpulan data, 6 pengumpulan atau pemerolehan data, 7 pengolahan data untuk menguji hipotesis, 8 penafsiran hasil kajian, dan 9 penarikan kesimpulan berdasarkan hasil pengolahan data, 10 penyatu-paduan hasil kajian ke dalam bangunan pengetahuan sebelumnya, serta saran bagi kajian berikutnya. Bila kajian tidak bermaksud menghasilkan pengetahuan eksplanatori, maka langkah-langkah yang terkait dengan pengajuan dan pengujian hipotesis tidak diperlukan. Dalam kajian yang tidak menguji hipotesis, kajian teori dan telaah hasil kajian terdahulu diperlukan untuk memperjelas dan menjabarkan konsep atau variabel yang diteliti, serta memberikan gambaran “sudah sejauh mana” kajian dalam topik tersebut telah dikaji oleh para peneliti lain. Apa pun jenis bahan yang dikaji, kegiatan kajian berparadigma positivistik harus memenuhi kriteria 1 kesahihan validity, 2 keandalan reliability, 3 objektivitas objectivity, dan 4 kerampatan generality. Kesahihan membuktikan bahwa apa yang dikumpulkan oleh peneliti memang sesuai dengan apa yang sesungguhnya hendak dikumpulkan. Keandalan membuktikan bahwa bila kapan dan oleh siapa pun data dikumpulkan, akan memberikan hasil yang kurang lebih sama. Objektivitas membuktikan tidak ada pengaruh pribadi peneliti terhadap hasil penelitian. Kerampatan membuktikan bahwa simpulan kajiannya bisa diberlakukan secara umum. Dalam kegiatan kajian, paradigma interpretif dijabarkan ke dalam langkah-langkah 1 penentuan rumpun kajian focus of study, yang mencakup kegiatan memilih masalah yang memenuhi syarat kelayakan dan kebermaknaan, 2 pengembangan kepekaan teoretik dengan menelaah bahan pustaka yang relevan dan hasil kajian sebelumnya, 3 penentuan kasus atau bahan telaah, yang meliputi kegiatan memilih dari mana dan dari siapa data diperoleh, 4 pengembangan protokol pemerolehan dan pengolahan data, yang mencakup kegiatan menetapkan piranti, langkah dan teknik pemerolehan dan pengolahan data yang digunakan, 5 pelaksanaan kegiatan pemerolehan data, yang terdiri atas kegiatan mengumpulkan data lapangan atau melakukan pembacaan naskah yang dikaji, 6 pengolahan data perolehan, yang meliputi kegiatan penyandian coding, pengkategorian categorizing, pembandingan comparing, dan pembahasan discussing, 7 negosiasi hasil kajian dengan subjek kajian, dan 8 perumusan simpulan kajian, yang meliputi kegiatan penafsiran dan penyatu-paduan interpreting and integrating temuan ke dalam bangunan pengetahuan sebelumnya, serta saran bagi kajian berikutnya. Karena sifat dasar bahan yang dikaji serta tujuan yang ingin dicapai, bisa saja langkah-langkah tersebut diubah menurut dinamika lapangan. Fokus kajian, misalnya, mungkin mengalami penajaman dan perumusan ulang setelah peneliti melakukan penjajakan lapangan. Tentu saja, penajaman ulang perlu dilakukan berdasarkan ketersediaan data, serta dimaksudkan untuk meningkatkan kebermaknaan kajian. Terakhir, setiap kajian berparadigma interpretif harus memenuhi kriteria 1 keterpercayaan credibility, 2 kebergantungan dependability, dan 3 kepastian confirmability, dan 4 keteralihan transferability. Keterpercayaan membuktikan bahwa data perolehan dan simpulan kajian benar-benar dapat dipercaya. Kebergantungan membuktikan bahwa temuan dan simpulan kajian benar-benar bersandar pada data mentah. Kepastian membuktikan bahwa kebenaran temuan dan simpulan kajian bisa dilacak berdasarkan data perolehan. Sedangkan keteralihan membuktikan bahwa temuan dan simpulan penelitian bisa diberlakukan pada kasus lain yang memiliki ciri-ciri sama dengan kasus yang dikaji. Dalam kegiatan kajian, paradigma refleksif terjabar ke dalam langkah-langkah 1 penentuan topik kajian, yang mencakup kegiatan memilih dan merumuskan masalah yang bernilai bagi pembangkitan kesadaran manusia, 2 penetapan pendirian filsafat dan atau ideologik, yang meliputi kegiatan penelaahan pemikiran-pemikiran yang relevan, dan perumusan secara eksplisit pokok-pokok pikiran yang digunakan sebagai landasan pengajuan kritik, 3 pemilihan kasus atau bahan telaah, dengan menentukan dari mana dan dari siapa data diperoleh, 4 pengembangan strategi pemerolehan dan pengolahan data, yang terdiri atas kegiatan menetapkan piranti data, langkah dan teknik yang digunakan, 5 pelaksanaan kegiatan pemerolehan data, yang mencakup kegiatan mengumpulkan data atau melakukan pembacaan naskah yang dikaji, 6 pengolahan data perolehan, yang meliputi kegiatan penyandian coding, pengkategorian categorizing, pembandingan contrasting, dan pembahasan discussing, 7 perumusan simpulan kajian, yang dilakukan berdasarkan perenungan reflexive thinking, dan 8 pengajuan rekomendasi baik untuk arah kajian lanjutan maupun agenda pemberdayaan empowerment agenda ke depan. Seperti jenis kajian lain, kajian berparadigma refleksif juga dituntut untuk memenuhi kriteria keterpercayaan, kebergantungan, kepastian, dan keteralihan. Selain itu, karena cita-cita utamanya adalah membangkitkan kesadaran menuju perubahan, maka penafsiran tandingan counter-interpretation yang disajikan pun harus memenuhi kriteria kelayakan sebagai penafsiran tandingan. Ini mencakup kriteria relevansi relevance, koherensi coherence, kekritisan criticalness, dan kebernalaran reasonableness. Relevansi membuktikan bahwa baik topik maupun pendirian ideologik yang dipilih memiliki keterkaitan erat dengan tantangan atau masalah kemanusiaan. Koherensi membuktikan bahwa seluruh bangunan penafsiran yang ditawarkan tidak saling bertentangan. Kekritisan membuktikan bahwa penelaahan berhasil membongkar suatu wacana hingga ke akarnya. Kebernalaran membuktikan bahwa penafsiran tandingan yang diajukan memiliki landasan penalaran yang kokoh. E. Garis Besar Penyajian Bila dicermati, sejumlah langkah kerja tersebut sebenarnya belum lengkap, sebab masih ada satu kegiatan lagi yang justru merupakan puncak dari kegiatan kajian. Puncak kegiatan yang dimaksud adalah menulis laporan kajian, termasuk di dalamnya menulis dan menerbitkan artikel jurnal ilmiah. Dengan menulis laporan, makalah atau artikel penelitian, pengkaji bermaksud menginformasikan kepada khalayak, sehingga memberikan sumbangan bagi pengayaan khasanah pengetahuan keilmuan. Sesuai dengan kaidah ketersuratan explicitness, maka setiap laporan kajian sekurang-kurangnya harus bisa menjawab pertanyaan 1 mengapa suatu masalah perlu diteliti, 2 apa masalah dan tujuan kajiannya, 3 bagaimana masalah tersebut didekati secara teoretik, 4 bagaimana kajian diselenggarakan, 5 apa saja hasil kajian dan analisisnya, 6 apa makna hasil dan temuan kajiannya, dan 7 apa simpulan dan implikasinya? Lazimnya, butir persoalan pertama dan kedua, termasuk aspek-aspek terkaitnya, disajikan dalam bagian pendahuluan introduction. Butir kedua disajikan dalam bagian tinjauan teoretik dan kajian terdahulu theoretical framework and review of related studies. Butir ketiga disajikan dalam bagian proses kajian research process atau metode kajian research method. Butir kelima disajikan dalam bagian paparan dan analisis data data description and analysis atau paparan hasil kajian description of research findings. Butir keenam disajikan dalam bagian pembahasan discussion atau penafsiran interpretation. Sedangkan butir ketujuh disajikan dalam bagian simpulan dan saran conclusion and recommendation. Walaupun ada sejumlah besar kesamaan inti laporan penelitian, tetap harus diperhatikan adanya sejumlah perbedaan, baik karena sifat dasar bahan telaah maupun karena rincian langkah kerjanya. Jadi, karena perbedaan sifat dasar, dan langkah-langkah kerja penelitian bahasa dan kajian sastra, maka bentuk pelaporannya pun cenderung berbeda. Sebagaimana telah disinggung, hasil kajian yang ditulis dalam bentuk artikel yang akan dimuat dalam jurnal ilmiah memiliki perbedaan dengan laporan penelitian. Laporan penelitian dituntut untuk memuat seluruh proses dan hasil penelitian, sehingga jauh lebih tebal bila dibandingkan dengan artikel hasil penelitian yang disajikan dalam bentuk artikel ilmiah, karena keterbatasan ruangnya, dituntut untuk hanya menyajikan bagian-bagian yang penting saja. F. Muatan dan Susuan Karya Ilmiah Konvensi yang secara umum berlaku atau diberlakukan oleh jurnal ilmiah menunjukkan beberapa unsur utama dalam artikel ilmiah. Masing-masing adalah 1bagian awal yang terdiri dari judul, nama penulis, sponsor, abstrak, dan kata kunci, 2 bagian inti yang terdiri daribagian pendahuluan, metode, hasil, diskusi, kesimpulan dan implikasi, dan 3 bagian akhir yang memuat rujukan dan lampiran bilamana sangat diperlukan. Judul artikel harus cukup informatif, lengkap, tetapi tidak terlalu panjang. Biasanya dianjurkan antara 5 – 15 kata. Acapkali penambahan sub-judul dilakukan untuk mempertegas perpektif, lokasi dan atau subjek penelitian. Berikut adalah contoh judul artikel jurnal ilmiah informatif dan lengkap, tetapi tidak terlalu panjang atau terlalu pendek “Evaluating the Quality of an Elementary School inRural ThailandVillagers’ Perspective”. Gelar akademik ataupun gelar lain tidak dicantumkan dalam nama penulis, sedangkan nama lembaga tempak penulis berafiliasi, ditulis dalam bentuk catatan kaki pada halaman pertama. Beberapa jurnal ilmiah, dengan pertimbangan kesetaraan kontribusi, membolehkan pencantuman lebih dari dua nama, sedangkan jurnal ilmiah lainnya, hanya membolehkan pencatuman maksimal dua nama penulis. Bila artikel ditulis lebih dari dua orang, maka nama penulis lainnya dicantumkan sebagai catatan kaki. Seringkali suatu penelitian mendapatkan sponsor dari pemerintah atau lembaga donatur. Untuk itu, penulis harus mencantumkannya sebagai catatan kaki pada halaman pertama. Lazimnya, nama sponsor diletakkan mendahului nama lembaga asal penulis. Abstrak merupakan uraian satu paragraf, dan lazimnya berbahasa Inggris, berisi pokok-pokok pikiran penting dari kajian yang diselenggarakan, yaitu permasalahan atau tujuan penenelitian, prosedur dan subjek penelitian, dan ringkasan hasil, kesimpulan penelitian, dan implikasi teoretik. Kata kunci, biasanya diletakkan di bawah abstrak, memuat beberapa istilah yang menggambarkan kawasan atau bidang penelitian. Walaupun masih ada beberapa jurnal ilmiah yang membolehkan penggunaan sub-judul “Pendahuluan”, sebagian besar jurnal ilmiah terkemuka meminta penulis langsung menyajikannya setelah abstrak. Bagian tanpa sub-judul ini memuat latar belakang atau alasan penelitian, permasalahan dan kadang-kadang kebermaknaan penelitian. Bila penyajian telaah pustaka tidak dikehendaki menempati ruang tersendiri, maka bentuk sangat ringkas dari telaah pustaka dan kerangka berpikir disatukan dalam latar belakang penelitian. Bagian metode, yang biasanya disajikan dengan sub-judul, menguraikan seara ringkas cara dan proses penelitian. Beberapa jurnal ilmiah memberi peluang untuk menggunakan sub-bagian, sedangkan jurnal ilmiah lainnya, lebih menghendaki tanpa penelitian, subjek penelitian atau sumber dara, metode dan alat pengumpulan data, serta metode analisis data merupakan inti uraian dalam bagian dengan karakteristiknya, pada penelitian kualitatif juga menyertakan pengaruh kehadiran peneliti, lokasi penelitian, lama penelitian, dan upaya meningkatkan keabsahan data. Bagian hasil merupakan bagian utama artikel ilmiah. Karena itu, lazimnya bagian ini merupakan bagian terpanjang dalam naskah. Pada intinya, bagian ini berisi paparan data dan hasil analisis data, baik untuk keperluan uji hipotesia maupun bukan. Tabel dan bagan yang sangat membantu kejelasan uraian bisa pula disertakan, tetapi harus dalam bentuk sangat ringkas dan disertai pembahasan akan arti tabel atau bagan tersebut. Bila hasil penelitian sangat panjang, seperti dalam penelitian kualitatif, penyajian bisa dilakukan dengan memilahnya menjadi sub-bagian-sub-bagian sesuai dengan penjabaran masalah penelitian. Bila tidak cukup panjang, penyajian bagian ini bisa disajikan dengan diskusi. Sebagai bagian terpenting, bagian diskusi diuraikan untuk 1 menjawab masalah penelitian, 2 menafsirkan temuan-temuan, 3 mengintegrasikan temuan penelitian ke dalam bangunan pengetahuan yang sudah ada, dan 4 menyusun teori baru atau menyempurnakan teori yang ada. Penafsiran terhadap temuan dilakukan dengan menggunakan pendekatan logis-deduktif, atau berdasarkan teori-teori yang ada. Proses pengintegrasian temuan dilakukan dengan membandingkannya dengan teori yang sudah ada atau temuan-temuan penelitian lain. Khusus untuk penelitian interpretif, bagian ini memuat gagasan-gagasan teorisasi peneliti, yang pada dasarnya merupakan penelusuran tali-temali antar kategori atau label yang berhasil ditemukan. Bagian kesimpulan menyajikan secara ringkas jawaban terhadap permasalahan dan makna teoretiknya. Lebih dikehendaki bila kesimpulan tidak lagi menampilkan angka, contoh, dan rujukan, melainkan dalam bentuk pernyatan verbal. Berdasarkan seluruh langkah, bisa ditarik implikasi teoretik dari penelitian yang dilakukan. Implikasi teoretik ini bisa bersifat meneguhkan teori yang sudah ada, menolak teori yang sudah ada, merevisi teori yang sudah ada, atau menghaluskan teori yang sudah ada. Dari implikasi teoretik ini pula penulis bisa mengajukan saran penelitian lanjutan serta saran pemanfaatan hasil penelitian. Daftar rujukan harus lengkap dan sesuai dengan dirujuk dalam batang tubuh artikel ilmiah. Bahan pustaka yang ada dalam daftar rujukan harus sudah disebutkan dalam batang tubuh artikel. Sebaliknya, semua kutipan langsung maupun tak langsung dalam batang tubuh harus disajikan dalam daftar rujukan. G. Bahasa dalam Penulisan Ilmiah Tidak kalah pentingya dari uraian di atas ialah bahasa. Dalam penulisan ilmiah, bahasa yang digunakan adalah ragam bahasa ilmiah atau bahasa baku. Jika menggunakan bahasa Indonesia, pakailah bahasa Indonesia ragam baku, baik dalam penulisan ejaan kata maupun penyusunan kalimat. Begitu juga jika menggunakan bahasa asing seperti bahasa Inggris, bahsaa Arab, atau bahasa asing lainnya, pilihlah kosakata dan aturan baku dalam bahasa tersebut. Penggunaan ragam baku menuntut kalimat yang baku dan efektif, serta organisasi ide yang runtut dan logis. Karena penelitian adalah kegiatan untuk memeroleh jawaban ilmiah atas persoalan yang diangkat, bukan jawaban absolut, penggunaan kata atau kalimat yang bersifat absolut perlu dihindari. Sebab, kesalahan bahasa bisa merusak ide tulisan. OLeh karena itu, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sebagai berikut Hindari kesalahan penulisan kata depan atau kata sambung “di”, “ke, dan “ter” dalam kalimat. Misalnya, “dirumah”, seharusnya “di rumah”, “kepasar”, seharusnya “ke pasar”, “ter jatuh”, seharusnya “terjatuh”, dan mengawali kalimat dengan kata “sehingga”, dan “dan”, seperti “Sehingga dia tidak lukus ujian” dan “Dan dia tidak mengerti apa persoalannya”. Hindari penggunaan pernyataan yang bersifat absolut sebagai berikut“Penelitian saya ini paling baru, dan belum ada orang lain yang melakukannya”, dapat diubah menjadi“Penelitian saya ini dapat menyempurnakan penelitian-penelitian sebelumnya”.“PTK adalah satu-satunya cara untuk mengatasi persoalan guru dalam mengajar di kelas”, dapat diubah menjadi “PTK merupakan salah satu cara untuk mengatasi persoalan guru dalam mengajar di kelas”.“Pandemi Covid-19 pasti menyebabkan kualitas pendidikan menurun”, dapat diubah menjadi “Pandemi Covid-19 bisa menjadi salah satu sebab menurunnya kualitas pendidikan”.“Makanya saya sampaikan kepada Bapak Jokowi presiden. Mas Jokowi, Bapak Presiden, Bapak itu pasti masuk surge. Tidak usah lagi Bapak itu beramal ibadah”, kata Isran Noor, dikutip dari Kompas, Kamis, 8/4/2021. Hindari sikap “solipsisme”. Solipsisme ialah sikap meyakini hanya karyanya yang paling benar, dan yang lain salah. Misalnya “Karya saya adalah satu-satunya yang terbaik dalam bidang ini”. Dalam dunia ilmiah, sikap solipsisme harus dihindari, karena tidak etis. Sebab, seseorang secara moral tidak bisa mengklaim dirinya paling benar dan yang lain salah. Ilmu pengetahuan terbentuk dari kumpulan pengetahuan orang lain sebelumnya, baik yang benar maupun salah. “Knowledge is a collection of previous knowledge”.Hindari sikap ragu-ragu. Misalnya pernyataan “Demikian kira-kira hasil penelitian yang saya temukan”, dapat diubah dengan kalimat lugas “Demikian hasil penelitian yang dapat saya temukan”.Hindari istilah asing jika sudah ada padanannya dalam bahasa Indonesia. Misalnya, “Background pendidikan saya adalah madrasah”, dapat diubah menjadi “Latar belakang pendidikan saya adalah madrasah”.Hindari kalimat dengan subjek yang tidak jelas. Misalnya “Bagi siswa yang ingin pulang awal diminta melaporkan diri”, dapat diubah menjadi “Siswa yang ingin pulang awal diminta melaporkan diri”.“Dalam situasi demikian, akan merusak tatanan sosial”, dapat diubah menjadi “Situasi demikian akan merusak tatanan sosial”, atau “Dalam situasi demikian, orang yang melanggar aturan akan merusak tatanan sosial”. Hindari kalimat dengan kata sambung ganda. Misalnya, Karena sakit, maka dia tidak masuk sekolah”, bisa diganti “Karena sakit, dia tidak masuk sekolah”.Hindari pernyataan amfiboli amphibolia, yakni konstruksi kalimat yang maknanya bercabang. Misalnya“Istri mudanya lebih tua dari istri tuanya”.Belok kiri jalan terus”.Hindari logical fallacy sesat pikir atas dasar argumentum ad populum, yaitu merasa melakukan sesuatu yang benar karena banyak orang melakukannya. Misalnya, “Saya memilih metode penelitian ini karena banyak orang lain menggunakannya juga”.Hindari pernyataan dengan membuat generalisasi berlebihan overgeneralization. Misalnya “Anak-anak SMP sekarang sudah kecanduan narkoba. Buktinya, itu anak tetangga saya yang masih di SMP”. H. Penutup Menulis karya ilmiah baik dalam bentuk makalah atau artikel yang akan dimuat di jurnal ilmiah maupun buku bukan semata persoalan memahami langkah-langkah menyusun karya ilmiah, melainkan pemahaman atas pemikiran yang mendasarinya. Dengan ungkapan lain, pemilihan bentuk dan cara penulisan sekadar persoalan cita rasa dan kesukaan perorangan. Selebihnya, teknik penulisan itu sendiri juga dipilih berdasarkan pertimbangan tentang tradisi keilmuan bidang tertentu, permasalahan yang dikaji, serta khalayak sasaran yang diharapkan menjadi pembaca karya ilmiah dimaksud. _________
mengapa penulisan karya ilmiah harus relevan dengan disiplin ilmu peneliti